2 Desember 2015

Malam Ini Yang Merajut Malam


Malam ini yang merajut malam
Rembulan menggantung memekat memecah sunyi
Jangkrik malam dan detik jam adalah melodi
Dan hadirmu adalah simponi

Malam ini yang merajut malam
Mata mata sehalus pualam
Memukau dan saling memikat hawa dan adam
Mimpi dalam sunyi tentang jerami
Dan terselip cinta dalam tumpukannya yang menyemi

Malam ini yang merajut malam
Dingin hawa adalah panas adam yang mencair
Kebekuan yang mengkristal adalah dendam yang tak tuntas akarnya
Pikiran yang berkelok adalah yang tak berdoa mulanya

Malam ini yang merajut malam
Jingga masih tetap berdenyut dengan nadinya
Dan anganku melayang hingga senyumnya

Malam ini yang merajut malam
Aah.. Entahlaah..

27 November 2015

Bagaimana caranya mengikhlaskan?

Mana yang kau pilih,
Disakiti atau menyakiti?
Dicintai atau mencintai?
Ditinggalkan atau meninggalkan?

Mana yang menurutmu paling sakit?
Mana yang menurutmu paling mudah disembuhkan?

Bagaimana caranya ikhlas?
Bagaimana caranya ikhlas mencintai meskipun disakiti? Bagaimana caranya ikhlas tetap bertahan meskipun tahu engkau akan ditinggalkan? Bagaimana caranya tetap ikhlas meskipun bara dendam berkobar enggan padam?

Bagaimana caranya agar tidak menyakiti? Bagaimana caranya untuk tetap mencintai? Bagaimana caranya untuk tetap tinggal meskipun hatimu kesakitan?

Bagaimana caranya ikhlas? :)

5 November 2015

Surat Cinta Untuk V

Hai Va,

Well, masih 'Hai' seperti biasa, iya kan?
Jangan tertawa ya! Sebab aku sedang menahan malu saat ini. Jantungku juga sedang berpesta saat ini.

Aku beri tahu sesuatu ya...
Kamu adalah satu-satunya pria yang aku beri surat cinta dengan sandi yang begitu jelasnya. Paham tidak? Tidak? Ah kamu tak pernah berubah, selalu sulit memahami aku.

Well, Va.
Apa kabar? Baik?
Sebenarnya aku tak berharap kamu baik-baik saja hahaha.. Maaf.. Maaf.. Aku hanya sedang berpikir andai saja ada satu pria yang begitu hancur karena aku meninggalkannya.
Kamu begitu tidak, Va?
Pasti kamu malah melonjak senang ketika kita berpisah, ya kan?

Sebenarnya ini bukan surat cinta, surat nostalgia mungkin. Jangan belagu ya! Aku tidak merindukanmu. Aku hanya ingin bilang terimakasih. Sesuatu yang tak pernah sempat aku sampaikan padamu.

Ingat pertama kali kita bertemu? Aku ingat! Waktu itu aku pikir 'gila doi nikmat amat' hahaha jangan ketawa ya! Serius aku memang berpikir seperti itu. Sebab kamu yang saat itu begitu dewasa, entah kenapa begitu memukau aku yang masih belia (well remaja).

Ingat perbincangan pertama kita? Aku ingat! Itu aku yang pertama kali datang padamu dengan tawaran yang begitu bodohnya. 'Kak, temenan yuk'. Gelo ya? Orang kaya aku bisa berani bilang begitu ke kamu. Ish! Jika aku tau waktu itu kamu gampang banget bilang iya, harusnya langsung aku ajak pacaran, ya? Hahaha.. Bercanda..

Ingat, perbincangan setelah perpisahan jarak kita? Aku ingat! Itu kamu yang datang padaku. Masih dengan canda yang sama, masih dengan tawa yang sama, sosok yang sama, yang melumpuhkan aku tanpa banyak waktu (lebay ya?). Ingat malam-malam menuju pagi kita? Ingat siapa yang rela tak tidur hanya untuk menunggu aku tidur? Ingat siapa yang rela menunggu aku belajar tiap malam? Ingat siapa yang tak pernah absen memarahi aku? Hahaha itu kamu! Terimakasih yaa..

Va, terimakasih. Untuk setiap perhatian, untuk setiap dongeng yang kamu ceritakan tiap malam, untuk setiap lagu-lagu yang kamu kirimkan, untuk setiap ucapan selamat pagi yang begitu manis, untuk setiap doa yang kamu lantunkan, untuk kepercayaan yang kamu berikan, untuk tiap pertikaian yang menguatkan, untuk setiap cerita-cerita manis yang kamu bagi, untuk setiap ucapan cinta yang ingin aku simpan sendiri, untuk setiap rajukan yang membuatku merasa dibutuhkan, untuk tiap pengorbanan, untuk tiap usaha dalam membuatku tenang, untuk dengan sabar mendengar tangisanku yang luar biasa kencang, untuk panik tiap kali aku tak menjaga kesehatan, untuk curahan cinta yang begitu besarnya, terimakasih Va..

Jika aku mengenang balik waktu ketika bersamamu. Aku tahu, aku adalah gadis yang beruntung, yang mendapatkan kamu, seseorang yang lebih dari sekedar cukup.

Va, terimakasih yaa.. Untuk penawar luka yang begitu hebatnya :')

Tahu tidak, Va? Kenapa aku mau saja menulis tentangmu? Sebab sekarang kamu sudah luar biasa bahagia, juga sudah begitu sehatnya, dan sudah begitu pintar mengikhlaskan segala sesuatunya, sudah begitu dewasa, hingga aku terkesima. Terimakasih Va, karena membuatku menjadi lebih baik dan karena membuatmu menjadi yang terbaik.

Lots of Love
O- (that's the way you used to call me)

P.s : aku pernah berkata begitu kasar, tentang kamu yang begitu mirip seseorang. Aku minta maaf. Aku salah. Kamu jelas-jelas jauh lebih baik dari dia. Tapi, jangan benci dia, tolong maafkan saja. Membenci dia hanya akan membuatmu seperti dia. 

Once again.
With Love
-O aka me-

Ops! P.s : I do miss it your 'morning love :*" text every day, every morning hahaha :*

20 Oktober 2015

Aku suka


Aku suka bahumu
Tempat ternyaman untuk merebahkan kepalaku
Aku suka dada bidangmu
Tempat teraman untuk menyembunyikan tangisku
Aku suka mata teduhmu
Tempat terhangat untuk aku mengadu
Aku suka bibir dan kecupan-kecupanmu
Hal termanis yang meredakan resahku
Aku juga suka senyumanmu
Hal yang teramat menenangkan aku
Aku suka langkah kakimu
Hal tertepat yang mampu menuntun aku
Aku suka kamu
Laki-laki yang selalu kubiarkan menawan hatiku

15 Oktober 2015

Sayang, Percayalah

Dengarlah sayang,
Maafkan aku.
Aku tak pernah menulis bahagiaku bersamamu. Tapi percayalah, ada bunga bermekaran tiap kali namamu menyusup di telingaku.

Maka itu,
Percayalah, bahwa hati yang kamu bawa itu benarlah hatiku. Tawan saja, seerat yang kamu bisa. Sebab begitulah hatimu yang di genggamanku.

Tak apa kamu marah,
Tapi ketahuilah cerita-cerita lamaku. Aku tak pernah melukis kebahagian, sayang. Aku hanya melukis tangisan yang belum sempat aku keluarkan. Dan tak pernah berharap melukis kamu di sana. Jadi tetaplah begini. Tertawa tanpa merisaukan hati.

Sayang, aku bilang percayalah.
Kamu satu-satunya yang dapat memungut puing-puing hatiku yang tercecer. Merangkainya kembali jadi satu. Jadi simpanlah hatiku bersama doaku. Kelak semoga kamu akan kekal adanya di hidupku. Menjadi satu-satunya canduku, seperti malam ini, di tengah pekatnya rindu.

6 Mei 2015

Aku rindu kamu yang tiba tiba

Aku rindu cara kita bersenang senang. Tapi tak ingin mencoba mengulang. Bersamamu meski hanya sekali, itu cukup. Kamu orang baik. Orang yang terlalu tahan dengan diam yang sering kuciptakan. Orang yang selalu tertawa meski aku tak paham apa yang lucu. Orang yang membuatku berbicara terlalu lebih banyak dari yang aku mampu. Kamu orang baik. Mengenal kamu aku bahahia, dan itu cukup. Kamu orang baik sangat baik sebelum bosan menjadi baik.

Kamu yang sekarang bukannya tidak baik. Hanya kurang baik. Aku enggan mengenal kamu yang baru. Kebaruanmu terlalu asing untuk aku kecap. Kamu yang terlalu berisik untuk bisa diam, tapi menjadi begitu hening, dan itu mencekikku. Kamu yang begitu penuh tawa menjadi begitu tenang tanpa bisa diduga, dan itu meremukkan aku. Kamu yang begitu baik sebagai pendengar menjadi begitu tuli dengan ceritaku, dan itu membunuh aku.

Aku suka kamu yang berisik. Kamu yang entah ada apa selalu tertawa. Kamu yang pendengar yang membuat ceritaku mengalir. Aku suka kamu yang selalu ada. Aku suka kamu yang tiba tiba duduk di sebelahku hanya untuk tidur karena semalaman begadang. Aku suka kamu yang tiba tiba menghubungiku tengah malam hanya karena tidak mau suntuk sendirian. Kamu yang tiba tiba membawa begitu banyak cemilan sebagai sogokan agar mau menjadi teman bercerita. Kamu yang tiba tiba datang lalu bercerita sambil tertawa. Kamu yang tiba tiba pinjam pr hanya karena malas membuatnya. Kamu yang tiba tiba mengeluh sakit padahal baik baik saja. Kamu yang tiba tiba di depanku hanya untuk sebuah selamat pagi. Kamu yang tiba tiba tertawa. Kamu yang tiba tiba tertawa. Yang tertawa.

Aku rindu kamu yang tiba tiba. Yang entah begitu menyebalkan tapi menghangatkan. Aku tak suka kamu yang diam. Yang begitu menakutkan untuk sekedar aku bayangkan. Kamu yang bersedih yang begitu menyakitkan. Kamu yang begitu membenciku tanpa aku ketahui penyebabnya. Kamu yang begitu menakutkan untuk aku sekedar pandang dari kejauhan. Aku tak suka.

Aku rindu kamu yang dulu. Masih ingin mengenal kamu yang dulu. Enggan mengenal kamu yang baru. Kamu yang baru yang tiba tiba membenci aku. Aku tidak suka tiba tiba yang satu itu. ☺

24 Maret 2015

Menulis Tentang Kamu

Beberapa hari yang lalu, aku menulis semua tentang dia. Tawa yang dia buat, senyum yang dia lukis, hingga pedih yang dia pahat. Aku menulisnya sampai aku kesaikitan sendiri. Tapi tak sedetikpun aku mencoba menulis kamu. Seharusnya aku membongkar ingatan tentang kamu, lalu menuliskan kamu perlahan lahan meski kesakitan. Mungkin karena kamu wanita, sama halnya aku. Hingga aku paham rasanya mencinta tanpa dianggap ada. Tapi itu tidak membenarkan perbuatanmu. Seharusnya marahku kuhempaskan padamu. .Seharusnya aku menjambak rambutmu, atau menampar wajah mulusmu. Tapi aku bertahan dalam kesabaran. Berpura pura berterimakasih padamu sebab memberiku penerangan. Tapi aku memang berterimakasih. Sebab atas bantuanmu, aku paham bahwa matanya tak lagi melihatku, dan hatinya tak lagi ingin berada di tanganku.

Seharusnya aku marah padamu. Memaki atau memyumpahi kamu. Tapi amarahku hanya melesat padanya, lalu membinasakan dia dalam penyesalannya. Tapi aku terlalu menyayangi kamu. Teman yang pernah membuatku tertawa hingga lepas suaraku. Teman yang begitu aku kasihi hingga aku izinkan menyentuh priaku. Aku tidak bodoh. Jelas kamu tahu bahwa aku tahu tentang rasamu pada priaku. Tapi aku hanya diam, sebab kamu begitu tersiksa pada cinta yang kamu bawa bawa. Aku terlalu mengerti kamu hingga aku rela kamu menghubungi priaku. Aku cemburu meski tidak aku pancarkan jelas di hadapanmu. Apalah aku? Aku terlalu mengasihi kamu dan cintamu.

Tapi kamu tak berhenti. Kamu tak cukup puas untuk selalu muncul pada kotak pesan priaku, tapi kamu juga ingin muncul pada hati priaku. Aku jengah. Tapi tak cukup berani untuk sekedar mengatakan padamu bahwa dia milikku. Hingga sampai pada satu titik, dimana memeluk kamu begitu menyamankan priaku. Dimana tertawa bersamamu lebih menyenangkan priaku. Dimana priaku lebih tahu keberadaanmu dibandingkan aku. Menurutmu aku waraskah? Tidak! Aku kesakitan seperti kesetanan. Aku berpikir tanpa tahu apa yang harus aku lakukan. Priaku yang begitu mengikat hatiku, kini hatinya berontak minta lepas dari tanganku. Apalah dayaku? Perasaanya tak akan bisa berada di bawah kendaliku.

Kamu memainkannya begitu manis. Hingga aku tak sanggup menangis. Kupikir ini seperti magis, kamu dengan senyum hangatmu tapi di hati menyimpan bengis. Tapi apa yang kamu dapat dari merebut sesuatu yang ada di genggamanku? Hatinya? Bahkan tawanya saja sudah enggan terdengar bila tanpa aku.

Kamu mungkin bisa merebutnya dan membuatnya bertahan di sisimu. Tapi hati yang kamu ikat begitu kuat, akan paham mana rumah yang semestinya dia bertempat. Kamu mungkin bisa membuatnya tertawa terbahak bahak sampai tersedak. Tapi jiwa yang begitu penyayang, lebih tahu mana tempatnya untuk pulang.

Kamu tidak memiliki dia dari awal. Kamu tidak paham kenapa tiba tiba dia menangis pada malam kelam. Mimpi apa yang sering membangunkannya dalam lelap panjang. Kamu tidak paham kapan dia begitu bahagia hingga pipinya merona ketika bercerita. Jika boleh jujur, ini menyakitkan, tapi kamu hanyalah waktu luang ketika dia tersesat jalan pulang.

Aku bukan rumahnya. Aku hanya tempat dia berteduh sebelum seseorang datang padanya membawa payung perlindungan (kamu). Tapi kamu tidak tahu, sebelum kedatanganmu, dia membangun pondasi begitu megahnya. Menanam janji dan mimpi tentang rumah yang akan menjadi tempat pulangnya.

Merebut sesuatu dariku tidak akan membuatmu terlihat lebih cantik dariku. Jangan menurunkan hargamu. Kamu boleh mencintai priaku. Silahkan! Dia memang terlalu mempesona untuk sekedar dinikmati. Tapi bukan berarti kamu boleh menyantapnya semaumu ketika aku masih sangat kelaparan tentang dia. Seharusnya kamu paham sebagai teman, bahwa sekalipun kamu sangat mencintainya, kamu tidak berhak melepas dua hati yang sedang bergandeng mesra.

Aahh.. Aku marah! Tapi aku lelah. Kamu bermain sandiwara begitu hebat. Dan melatih priaku bersandiwara sama hebatnya. Aku seperti penonton di panggungku sendiri. Kamu hebat. Tapi sebagai pecinta, kamu tak bermatabat.

9 Maret 2015

Ada Kamu di Setiap Pejam Mataku

Ada kamu di setiap pejam mataku. Ada tawamu, senyummu, binar matamu, dan sendu sedihmu.

Aku ketakutan tapi kegirangan di waktu yang bersamaan. Perpisahan membuatku enggan melihatmu meski dalam bayang, tapi rindu membuatku bersorak riang tiap kali kamu muncul dalam pejam.

Tapi tiap kemunculamu, hatiku berbisik lirih meminta pertolongan. Meremuk sendiri tanpa bisa aku selamatkan. Bahkan setelah tak ada lagi pertemuan, sakit darimu tak pernah usai kurasakan. Tapi hatiku adalah ketololan yang aku banggakan. Bahkan setelah remuk redam, dia tetap meminta dalam diam agar kau selalu ada pada tiap hari yang kulewatkan. Hingga dapat kerengkuh kamu dalam pelukan panjang penuh kehangatan.

Mungkin aku memang benar benar merindukan kamu. Hingga tak aku rasakan sesak di dadaku. Hingga tak terdengar pilu hatiku. Hingga hadirmu selalu mengusik pejamku. Aku sudah berusaha menghindar. Merangkai fantasi untuk setiap mimpi. Tapi bawah sadarku berkhianat dan mencipta kamu dalam mimpi yang nikmat. Sebatas senyummu, tawamu, atau langkahmu, benar benar meringankan lelapku. Tapi begitu menyakitkan tiap sadarku.

Merindukan kamu membutakan mataku. Sebab entah kenapa, tanpa aling aling, akan selalu ada kamu di setiap pejam mataku.

5 Maret 2015

Kehilangan Tidak Lebih Menyakitkan Daripada Dilupakan

Kehilangan tidak lebih menyakitkan daripada dilupakan. Aku lebih baik kehilangan kamu beribu kali tapi masih kamu simpan di dalam hati, daripada dilupakan kamu sekali. Dilupakan itu lebih dari menyakitkan. Seolah olah semua kenangan yang sudah aku buat tidak begitu penting sehingga begitu mudah menguap dari ingatan.

Aku tidak mau dilupakan. Secuil apapun. Aku ingin selalu kamu kekalkan dalam ingatan. Aku ingin terus berlari lari dalam pikiranmu. Tertawa dalam hatimu yang merindukan aku. Aku ingin kamu selalu mengingatku. Mengenangku pada masa tuamu, mengenang apapun, baikku maupun burukku.

Sebut aku egois sebab aku selalu ingin kekal dalam ingatanmu. Tapi aku sudah berkali kali kamu lupakan. Aku sudah sering kali tidak terlihat olehmu meski kita berhadapan. Tidak bisakah mengingatku menjadi begitu mudah dilakukan?

Aku ingin kamu ingat, meski hanya tulisan atau rengekanku. Aku ingin kamu ingat tanpa kamu bersusah untuk mengingat. Aku ingin tanpa kamu sadari, kamu mencari-cari aku ketika hatimu sepi. Aku ingin kamu rindukan hingga rasanya begitu menyakitkan. Sebab begitu adanya aku jika mengingat dan merindukan kamu.

Kehilangan tidak lebih menyakitkan daripada dilupakan. Karena itulah setiap hari aku menunggu kabarmu, atau sekedar mengingatkan kamu untuk  menghadap Tuhanmu. Karena itulah setiap hari aku membuat lelucon untukmu, atau sekedar berdiri di hadapanmu hanya untuk tersenyum kepadamu. Karena itulah selalu ada aku di setiap hari harimu.

24 Februari 2015

Kau Bisa Jadi Laki Lakiku dan Aku Jadi Wanitamu

Kau bisa jadi laki lakiku dan aku jadi wanitamu. Kita tak perlu bersusah payah mengarungi dunia agar bahagia. Kita akan bahagia, secukupnya, hanya dengan berbincang di bangku teras rumah kita. Kita akan tertawa keras dan lepas, hingga siapapun yang melihat kita merasakan iri yang menyusup relung dada. Mereka akan benci karena cinta kita. Mereka akan berdoa agar diberi cinta seperti kita. Kita akan bertingkah seperti ratu dan raja. Kita akan berjalan bersama seperti maut pun tak berani memisahkan kita. Kita akan memasak bersama pada pagi yang manis. Akan selalu ada secangkir kopi tergeletak di mejamu, dari aku. Kita akan bersepeda bersama pada sore yang teduh. Dan menghitung bintang pada malam harinya. Kita akan bahagia, sampai sampai dunia saja iri melihat kita. Kita akan tertawa seperti tak ada kesedihan yang mengecup kita. Tapi kita juga akan bertengkar, saling melempar makian, lalu padam dengan pelukan yang panjang. Tiada hari tanpa kecupan dan untaian cinta yang memabukkan. Oleh karena itu, kau bisa jadi laki lakiku dan aku jadi wanitamu.

3 Februari 2015

Perihal Lukamu Akibat Egoisku

Perihal lukamu akibat egoisku,

Maaf, karena aku pernah menjadi begitu pemarah dan kejam. Maaf karena pernah meragukan kamu. Maaf karena di dekatmu, aku pernah menjadi begitu terusik. Maaf akan luka yang tak kunjung kering di hatimu. Maaf.

Terimakasih, karena pernah begitu kuat menghadapi aku. Terimakasih karena pernah begitu tulus berada di sebelahku. Terimakasih karena pernah begitu sabar membenahi aku. Terimakasih karena pernah menyembuhkan luka lamaku. Terimakasih karena pernah hadir dalam segala kesulitan dan kemudahanku. Terimakasih karena selalu ada.

Perihal lukamu akibat egoisku,

aku menyesal. Sebab tak menyadari dari awal, bahwa bersamamu tlah aku genggam surga di tangan. Sebab begitu bodoh meragukan kamu yang jelas jelas selalu bersedia ada di setiap sulitku. Sebab begitu naif untuk menunjukkan rasaku.

Perihal lukamu akibat egoisku,

Aku merindukanmu.

29 Januari 2015

Kenapa Dia Tak Terlupakan

Beberapa alasan kenapa dia tidak terlupakan;

1. Dia selalu ada. Sekalipun waktu menjepitnya, dia selalu mempunyai celah menemui saya.

2. Dia menerima apapun yang ada pada diri saya, menjadikan saya sebagai yang terbaik dengan cara memperbaiki saya.

3. Dia membuat saya merasa cantik. Membuat saya merasa baik dalam setiap keburukan saya.

4. Dia benci menunggu, tapi selalu mampu menunggu untuk saya.

5. Dia kadang membuat saya marah, tapi tak sekalipun berniat menyakiti saya.

10 Januari 2015

Aku baru sadar

Aku baru sadar, mengenal kamu ternyata aku belajar diam. Belajar mengerti tanpa perlu berkomentar. Belajar belajar. Lebih dari itu, ternyata dikecewakan kamu lebih menuntunku menuju kedamaian.

Menjadi seperti kamu, tidak pernah memutar otak, tidak pernah merisaukan hati, memahami yang pergi, menerima yang kembali,  membiarkan semuanya berjalan sendiri. Menjadi seperti kamu ternyata meringankan langkahku.