23 Desember 2014

Jika

Jika kamu bosan, bersenandunglah denganku. Jika kamu kesal, marahlah padaku. Jika kamu gembira, tertawalah bersamaku. Jika kamu gelisah, mengeluhlah padaku. Jika kamu lelah, menyandarlah di bahuku. Jika kamu takut, gandenglah tanganku. Jika kamu menangis, bersembunyilah di belakangku. Jika kamu kedinginan, peluklah aku. Jika kamu kepanasan, meneduhlah padaku. Jika kamu hancur, perbaiki bersamaku. Jika kamu buta, pakailah mataku. Jika kamu sakit, ambilah sehatku. Jika kamu kuat, tantanglah dunia bersamaku. Jika kamu jatuh cinta, ceritalah padaku. Jika kamu patah hati, ambilah hatiku. Jika kamh mencintai yang lain, hiraukan aku. Jika kamu ingin pergi, bawalah doaku. Jika kamu butuh aku, panggillah namaku.
Jika aku tak kunjung tiba, marahlah padaku.
Jika aku tak ada, berdirlah semampumu.

17 Desember 2014

Aku Takut MenduakanMu

Kepada Tuhan yang menjaga hatiku,

Tuhan, aku mohon tolong jaga hatiku erat erat. Biar tak ada lagi sesak. Biar tenangku hanya ketika bersaMu. Biar cintaku seutuhnya untukMu. Biar ciumku pada setiap sujudku hanyalah padaMu. MenyelingkuhiMu, aku ketakutan.
Sebab itu, tolong jaga hatiku. Tolong jaga mataku biar hanya memandangMu. Tolong jaga aku. Sebab Tuhan, kedatangannya membuatku membagi hatiku. Sosoknya membagi penglihatan mataku. Sosok yang Kau hadirkan di hidupku itu memporak porandakan hatiku. Aku ketakutan dengan sangat. Sebab tiap kali dia ada, mataku langsung tertuju padanya. Setiap perhatiannya datang, hatiku menghangat tanpa bisa di halang. Setiap canda yang dia lontarkan, tawaku menggema di seluruh ruangan. Dan setiap dia alfa, aku mencari cari dia sambil menggenggam rindu di tangan.

Aku benar benar ketakutan. Takut dengan kedatangannya. Takut atas candanya. Dan takut akan perhatiannya. Hatiku tidak dalam damai ketika dia ada. Ada sesak dan lubang yang menganga di hati tiap melihatnya. Parahnya, ada binar cemerlang di mataku tiap melihat sosoknya meski dari kejauhan. Lebih parahnya lagi Tuhan, di mataku kurangnya adalah sempurna yang layak di damba.

Maka itu Tuhan. Tolong aku. Tolong jaga hatiku. Hilangkan sesak di hatiku. Tiupkan rindu yang ada di dalamnya. Jernihkan pikirku. Lancarkan jalanku. Sebab, aku benar benar takut menduakanMu. Maka itu Tuhan. Sebelum aku membelah hatiku. Sebelum aku membagi mataku. Tolong jaga aku. Sebab sosok ciptaanMu yang satu ini, benar benar berbahaya untuk kewarasanku. Benar benar mengguncang damaiku.

Tuhan, tolong jaga aku. Sebab aku takut menduakanMu.

14 Desember 2014

Aku Baru Tahu

Aku tidak tahu jika menyia-nyiakan senikmat itu. Pantaslah senyummu tak padam ketika pergi dariku. Pantas saja kamu tak kedinginan ketika melepas pelukan. Pantas saja, meninggalkanku meringankanmu.

Aku juga tidak tahu bahwa disia-siakan kamu ternyata menguatkan aku. Aku pikir akan ada tangis yang banjir dari mataku. Atau lolongan perih yang keluar dari hatiku. Nyatanya pergimu adalah kuatku. Kokohku. Tegaknya aku. Padahal yang kutahu sendirian itu menyakitkan, tapi entah kenapa pergimu malah menenangkan aku.

Aku tidak tahu bahwa tenangku justru merisaukan kamu. Aku tidak tahu ada apa dengan kamu yang dengan begitu tenang melangkah menjauhiku menjadi begitu kacau hanya karena senyum legaku? Ada apa dengan kamu yang melepaskan aku dengan senyuman malah kebingungan dengan tawaku? Ada apa dengan kamu yang dengan angkuh enggan melihat aku menjadi begitu khawatir dengan langkahku?

Yang aku tahu, risaumu menakutkan. Langkahmu kembali padaku malah membuatku ketakutan. Aku harus mati-matian mencari tempat persembunyian. Senyum hangatmu malah membuat hatiku melolong kesakitan. Yang lebih mematikan adalah pelukanmu yang malah membuatku menggigil kedinginan.

Aku baru tahu jika menyia-nyiakan ternyata senikmat ini.

8 Desember 2014

Kepada Desember yang Manis

Kepada Desember yang manis, maukah kamu menampung ceritaku? Cerita lama yang hampir semua orang tahu lika likunya. Tentang seseorang yang amat aku rindukan senyumnya, tawanya, candanya, tatapannya, bahkan marahnya. Tentang seseorang yang menahan luka karena aku, karena waktu, karena dia.

Seseorang itu punya harum yang manis. Sangat manis. Hal pertama yang sangat aku tak ingin kehilangan darinya, harum badannya, parfumnya, keringatnya, dan nikotinnya.

Dia juga punya tawa yang renyah. Satu dari banyak hal darinya yang sedetikpun tak ingin kulewati. Sampai sekarang pun tak ada yang menandingi tawanya. Sebab ketika dia tertawa, meskipun aku sedang terisak, pada akhirnya aku juga akan menyusul tawanya.

Aku bertaruh! Senyumnya adalah senyum terindah yang pernah aku lihat! Indah dan damai. Selalu ada yang hangat di hati ketika dia tersenyum. Senyumnya adalah apa yang menenangkan nafasku dan melelapkan tidurku.

Tapi tatapannya, adalah satu dari sedikit hal yang sangat aku hindari. Sebab di matanya tersimpan luka. Setiap menatap matanya, aku sekarat menahan lara. Entah kenapa cara kita mencintai, selalu meninggalkan lubang dan sesak di hati.

Marahnya? Kamu tak perlu tahu. Aku tak akan menceritakan marahnya kepada siapapun. Karena sebenarnya dia tak pernah benar-benar marah. Tapi aku berhasil membuatnya murka sampai selama ini, sebab aku dan dia saling menoreh luka di hati masing-masing. Luka yang tak pula kunjung sembuh, bahkan ketika musim berganti, bahkan ketika maaf telah terucap, dan sesal menancap kuat, lukanya tak pula kunjung hilang. Sesaknya tak pula lekas padam.

Kepada Desember yang manis, bisakah tolong kamu sampaikan rinduku padanya dengan tetesan hujan yang selalu kau bawa? Sebab merindunya, melumpuhkan segala logika yang kupunya. Bahkan mengacaukan mimpiku ketika sedang tak terjaga. Karena mencintai dia, dan dicintai dia, ternyata tidak bisa jadi begitu sederhana.

Kepada Desember yang manis,

Terimakasih :)

7 Desember 2014

Desember Kali Ini

Desember selalu membawa hujan. Hujan yang dingin. Yang membuat semua orang mengais kehangatan. Entah dari selimut di kamar, atau dari dekapan orang yang disayang. Tapi Desember memang bulannya mencari kehangatan. Begitu pula aku. Menggigil kedinginan hanya diselimuti kenangan. Kenangan yang mematikan. Sebab kenangan selalu membawa rindu yang dipendam-pendam dan rindu selalu mencekik tanpa belas kasihan. Desember kali ini, tidak ada kamu, tidak ada candamu, juga tidak ada pelukan hangat yang kamu kirim dari kejauhan. Desember kali ini, aku baru sadar, bahwa kamu memang aku butuhkan. Bahwa tidak ada kamu, aku pincang berjalan sendirian. Bahwa tanpa pelukanmu, aku membeku dibekuk kenangan.

Desember kali ini, menakutkan.

Maka Sadarlah

Aku tahu. Kamu tidak benar benar mendengar ceritaku. Kamu mengangguk angguk padahal kamu sama sekali tidak mengerti. Jangankan mengerti, mendengar saja tidak.

Apasih susahnya bagimu mendengar apa yang keluar dari mulutku? Bukan hanya mulutku, tapi mulut mereka juga. Apasih susahnya menghargai orang yang ada di sekitarmu?

Entah kamu yang keras kepala, atau memang kamu tidak tahu caranya bersikap. Tapi tidakkah rentang waktu selama ini membawamu pada kedewasaan? Bertingkahlah selayaknya manusia. Mendengarlah selayaknya telinga. Bicaralah sesopannya suara. Dan melihatlah secermatnya mata. Mengertilah bahwa kamu hidup di dunia orang banyak. Jika ingin membangun duniamu sendiri di dunia orang banyak ini, dan kamu berpikir bahwa orang banyak itu mau masuk ke duniamu suka atau tidak suka, maka tidurlah, dan bermimpilah, puaskanlah imajinasi sialan itu, dan bangunlah agar kamu tidak buram dalam melihat kenyataan.

6 Desember 2014

Sst! Ini rahasia

Kemarilah. Mendekat. Aku ingin berbisik padamu. Tapi ini rahasia. Rahasia sekali. Tak boleh seorang pun tahu. Aku ingin memberitaimu, bahwa sebenarnya...

"Bahagia itu sederhana sayang. Gembira itu terlalu gampang. Meraih masa depan itu memang diperlukan tapi masa depan belum tentung datang. Sampai kapan kamu mau berjalan tanpa menengok apa yang ada di sisi kiri dan kanan? Jadi sebelum tiba saatnya kematian, bergembiralah, duduklah, dan tenanglah."