8 Desember 2014

Kepada Desember yang Manis

Kepada Desember yang manis, maukah kamu menampung ceritaku? Cerita lama yang hampir semua orang tahu lika likunya. Tentang seseorang yang amat aku rindukan senyumnya, tawanya, candanya, tatapannya, bahkan marahnya. Tentang seseorang yang menahan luka karena aku, karena waktu, karena dia.

Seseorang itu punya harum yang manis. Sangat manis. Hal pertama yang sangat aku tak ingin kehilangan darinya, harum badannya, parfumnya, keringatnya, dan nikotinnya.

Dia juga punya tawa yang renyah. Satu dari banyak hal darinya yang sedetikpun tak ingin kulewati. Sampai sekarang pun tak ada yang menandingi tawanya. Sebab ketika dia tertawa, meskipun aku sedang terisak, pada akhirnya aku juga akan menyusul tawanya.

Aku bertaruh! Senyumnya adalah senyum terindah yang pernah aku lihat! Indah dan damai. Selalu ada yang hangat di hati ketika dia tersenyum. Senyumnya adalah apa yang menenangkan nafasku dan melelapkan tidurku.

Tapi tatapannya, adalah satu dari sedikit hal yang sangat aku hindari. Sebab di matanya tersimpan luka. Setiap menatap matanya, aku sekarat menahan lara. Entah kenapa cara kita mencintai, selalu meninggalkan lubang dan sesak di hati.

Marahnya? Kamu tak perlu tahu. Aku tak akan menceritakan marahnya kepada siapapun. Karena sebenarnya dia tak pernah benar-benar marah. Tapi aku berhasil membuatnya murka sampai selama ini, sebab aku dan dia saling menoreh luka di hati masing-masing. Luka yang tak pula kunjung sembuh, bahkan ketika musim berganti, bahkan ketika maaf telah terucap, dan sesal menancap kuat, lukanya tak pula kunjung hilang. Sesaknya tak pula lekas padam.

Kepada Desember yang manis, bisakah tolong kamu sampaikan rinduku padanya dengan tetesan hujan yang selalu kau bawa? Sebab merindunya, melumpuhkan segala logika yang kupunya. Bahkan mengacaukan mimpiku ketika sedang tak terjaga. Karena mencintai dia, dan dicintai dia, ternyata tidak bisa jadi begitu sederhana.

Kepada Desember yang manis,

Terimakasih :)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar