23 Desember 2014

Jika

Jika kamu bosan, bersenandunglah denganku. Jika kamu kesal, marahlah padaku. Jika kamu gembira, tertawalah bersamaku. Jika kamu gelisah, mengeluhlah padaku. Jika kamu lelah, menyandarlah di bahuku. Jika kamu takut, gandenglah tanganku. Jika kamu menangis, bersembunyilah di belakangku. Jika kamu kedinginan, peluklah aku. Jika kamu kepanasan, meneduhlah padaku. Jika kamu hancur, perbaiki bersamaku. Jika kamu buta, pakailah mataku. Jika kamu sakit, ambilah sehatku. Jika kamu kuat, tantanglah dunia bersamaku. Jika kamu jatuh cinta, ceritalah padaku. Jika kamu patah hati, ambilah hatiku. Jika kamh mencintai yang lain, hiraukan aku. Jika kamu ingin pergi, bawalah doaku. Jika kamu butuh aku, panggillah namaku.
Jika aku tak kunjung tiba, marahlah padaku.
Jika aku tak ada, berdirlah semampumu.

17 Desember 2014

Aku Takut MenduakanMu

Kepada Tuhan yang menjaga hatiku,

Tuhan, aku mohon tolong jaga hatiku erat erat. Biar tak ada lagi sesak. Biar tenangku hanya ketika bersaMu. Biar cintaku seutuhnya untukMu. Biar ciumku pada setiap sujudku hanyalah padaMu. MenyelingkuhiMu, aku ketakutan.
Sebab itu, tolong jaga hatiku. Tolong jaga mataku biar hanya memandangMu. Tolong jaga aku. Sebab Tuhan, kedatangannya membuatku membagi hatiku. Sosoknya membagi penglihatan mataku. Sosok yang Kau hadirkan di hidupku itu memporak porandakan hatiku. Aku ketakutan dengan sangat. Sebab tiap kali dia ada, mataku langsung tertuju padanya. Setiap perhatiannya datang, hatiku menghangat tanpa bisa di halang. Setiap canda yang dia lontarkan, tawaku menggema di seluruh ruangan. Dan setiap dia alfa, aku mencari cari dia sambil menggenggam rindu di tangan.

Aku benar benar ketakutan. Takut dengan kedatangannya. Takut atas candanya. Dan takut akan perhatiannya. Hatiku tidak dalam damai ketika dia ada. Ada sesak dan lubang yang menganga di hati tiap melihatnya. Parahnya, ada binar cemerlang di mataku tiap melihat sosoknya meski dari kejauhan. Lebih parahnya lagi Tuhan, di mataku kurangnya adalah sempurna yang layak di damba.

Maka itu Tuhan. Tolong aku. Tolong jaga hatiku. Hilangkan sesak di hatiku. Tiupkan rindu yang ada di dalamnya. Jernihkan pikirku. Lancarkan jalanku. Sebab, aku benar benar takut menduakanMu. Maka itu Tuhan. Sebelum aku membelah hatiku. Sebelum aku membagi mataku. Tolong jaga aku. Sebab sosok ciptaanMu yang satu ini, benar benar berbahaya untuk kewarasanku. Benar benar mengguncang damaiku.

Tuhan, tolong jaga aku. Sebab aku takut menduakanMu.

14 Desember 2014

Aku Baru Tahu

Aku tidak tahu jika menyia-nyiakan senikmat itu. Pantaslah senyummu tak padam ketika pergi dariku. Pantas saja kamu tak kedinginan ketika melepas pelukan. Pantas saja, meninggalkanku meringankanmu.

Aku juga tidak tahu bahwa disia-siakan kamu ternyata menguatkan aku. Aku pikir akan ada tangis yang banjir dari mataku. Atau lolongan perih yang keluar dari hatiku. Nyatanya pergimu adalah kuatku. Kokohku. Tegaknya aku. Padahal yang kutahu sendirian itu menyakitkan, tapi entah kenapa pergimu malah menenangkan aku.

Aku tidak tahu bahwa tenangku justru merisaukan kamu. Aku tidak tahu ada apa dengan kamu yang dengan begitu tenang melangkah menjauhiku menjadi begitu kacau hanya karena senyum legaku? Ada apa dengan kamu yang melepaskan aku dengan senyuman malah kebingungan dengan tawaku? Ada apa dengan kamu yang dengan angkuh enggan melihat aku menjadi begitu khawatir dengan langkahku?

Yang aku tahu, risaumu menakutkan. Langkahmu kembali padaku malah membuatku ketakutan. Aku harus mati-matian mencari tempat persembunyian. Senyum hangatmu malah membuat hatiku melolong kesakitan. Yang lebih mematikan adalah pelukanmu yang malah membuatku menggigil kedinginan.

Aku baru tahu jika menyia-nyiakan ternyata senikmat ini.

8 Desember 2014

Kepada Desember yang Manis

Kepada Desember yang manis, maukah kamu menampung ceritaku? Cerita lama yang hampir semua orang tahu lika likunya. Tentang seseorang yang amat aku rindukan senyumnya, tawanya, candanya, tatapannya, bahkan marahnya. Tentang seseorang yang menahan luka karena aku, karena waktu, karena dia.

Seseorang itu punya harum yang manis. Sangat manis. Hal pertama yang sangat aku tak ingin kehilangan darinya, harum badannya, parfumnya, keringatnya, dan nikotinnya.

Dia juga punya tawa yang renyah. Satu dari banyak hal darinya yang sedetikpun tak ingin kulewati. Sampai sekarang pun tak ada yang menandingi tawanya. Sebab ketika dia tertawa, meskipun aku sedang terisak, pada akhirnya aku juga akan menyusul tawanya.

Aku bertaruh! Senyumnya adalah senyum terindah yang pernah aku lihat! Indah dan damai. Selalu ada yang hangat di hati ketika dia tersenyum. Senyumnya adalah apa yang menenangkan nafasku dan melelapkan tidurku.

Tapi tatapannya, adalah satu dari sedikit hal yang sangat aku hindari. Sebab di matanya tersimpan luka. Setiap menatap matanya, aku sekarat menahan lara. Entah kenapa cara kita mencintai, selalu meninggalkan lubang dan sesak di hati.

Marahnya? Kamu tak perlu tahu. Aku tak akan menceritakan marahnya kepada siapapun. Karena sebenarnya dia tak pernah benar-benar marah. Tapi aku berhasil membuatnya murka sampai selama ini, sebab aku dan dia saling menoreh luka di hati masing-masing. Luka yang tak pula kunjung sembuh, bahkan ketika musim berganti, bahkan ketika maaf telah terucap, dan sesal menancap kuat, lukanya tak pula kunjung hilang. Sesaknya tak pula lekas padam.

Kepada Desember yang manis, bisakah tolong kamu sampaikan rinduku padanya dengan tetesan hujan yang selalu kau bawa? Sebab merindunya, melumpuhkan segala logika yang kupunya. Bahkan mengacaukan mimpiku ketika sedang tak terjaga. Karena mencintai dia, dan dicintai dia, ternyata tidak bisa jadi begitu sederhana.

Kepada Desember yang manis,

Terimakasih :)

7 Desember 2014

Desember Kali Ini

Desember selalu membawa hujan. Hujan yang dingin. Yang membuat semua orang mengais kehangatan. Entah dari selimut di kamar, atau dari dekapan orang yang disayang. Tapi Desember memang bulannya mencari kehangatan. Begitu pula aku. Menggigil kedinginan hanya diselimuti kenangan. Kenangan yang mematikan. Sebab kenangan selalu membawa rindu yang dipendam-pendam dan rindu selalu mencekik tanpa belas kasihan. Desember kali ini, tidak ada kamu, tidak ada candamu, juga tidak ada pelukan hangat yang kamu kirim dari kejauhan. Desember kali ini, aku baru sadar, bahwa kamu memang aku butuhkan. Bahwa tidak ada kamu, aku pincang berjalan sendirian. Bahwa tanpa pelukanmu, aku membeku dibekuk kenangan.

Desember kali ini, menakutkan.

Maka Sadarlah

Aku tahu. Kamu tidak benar benar mendengar ceritaku. Kamu mengangguk angguk padahal kamu sama sekali tidak mengerti. Jangankan mengerti, mendengar saja tidak.

Apasih susahnya bagimu mendengar apa yang keluar dari mulutku? Bukan hanya mulutku, tapi mulut mereka juga. Apasih susahnya menghargai orang yang ada di sekitarmu?

Entah kamu yang keras kepala, atau memang kamu tidak tahu caranya bersikap. Tapi tidakkah rentang waktu selama ini membawamu pada kedewasaan? Bertingkahlah selayaknya manusia. Mendengarlah selayaknya telinga. Bicaralah sesopannya suara. Dan melihatlah secermatnya mata. Mengertilah bahwa kamu hidup di dunia orang banyak. Jika ingin membangun duniamu sendiri di dunia orang banyak ini, dan kamu berpikir bahwa orang banyak itu mau masuk ke duniamu suka atau tidak suka, maka tidurlah, dan bermimpilah, puaskanlah imajinasi sialan itu, dan bangunlah agar kamu tidak buram dalam melihat kenyataan.

6 Desember 2014

Sst! Ini rahasia

Kemarilah. Mendekat. Aku ingin berbisik padamu. Tapi ini rahasia. Rahasia sekali. Tak boleh seorang pun tahu. Aku ingin memberitaimu, bahwa sebenarnya...

"Bahagia itu sederhana sayang. Gembira itu terlalu gampang. Meraih masa depan itu memang diperlukan tapi masa depan belum tentung datang. Sampai kapan kamu mau berjalan tanpa menengok apa yang ada di sisi kiri dan kanan? Jadi sebelum tiba saatnya kematian, bergembiralah, duduklah, dan tenanglah."

11 Agustus 2014

Mungkin

Mungkin ini dulu memang kegemaranku
Merindukan kamu sampai lupa waktu
Mendoakan kamu sampai tersedu sedu
Juga mengintip kamu di masa lalu

Mungkin sekarang inilah kebiasaanku
Menatap kamu dengan ragu ragu
Berceloteh dengan bahasa kaku
Tak lagi berani mengumbar rindu
Juga menutup rapat rapat ingatan lalu          

Mungkin kamu harus terbiasa dengan aku
Yang mulai enggan menyebut namamu
Yang mulai jengah dengan celotehmu
Yang menguap bosan memandangimu
Juga terlalu malas untuk sekedar tersipu malu

Ahh! Aku beri tahu, aku menulis ini sambi mengintip masa lalu.
Karena melupakan tidak semudah membalik tangan
Dan memaafkan tak akan bisa seikhlas Tuhan

Maaf Saya Mengumpat

Tahik!
Dulu saya tidak segan memanggil kamu dengan sebutan hewan
Sekarang pun kalau saya mau, saya ingin menyebut semua kewan di depan kamu
Dulu saya tidak ragu menggambar anjing di dahi kamu
Sekarang pun saya masih bisa melakukannya tanpa ragu
Tapi dulu
Sekarang ini saya tidak mau merusak apa yang sudah tertata
Biar saja kamu lukis anjing dan babi di dahi saya, atau pelacur sekaligus germonya
Saya tidak peduli
Sebab saya sudah susah payah memperbaiki diri

Kamu tahik!
Oh.. Maaf saya mengumpat
:)

10 Agustus 2014

Aku

Aku pelupa yang handal
Tapi tidak handal melupakanmu
Aku pelari yang hebat
Tapi tak hebat lari darimu
Aku sepi yang selalu terusik
Tapi damai karena tawamu
Aku matahari yang terik
Tapi menghangat di dekatmu
Aku hujan gemeritik
Tapi tak segan jadi pelangi untukmu

:)

6 Agustus 2014

Lagi, Aku Tertipu

Hidup itu belajar. Kita sudah belajar sedari kecil, sedari kita lahir. Belajar mendengar suara dan lagu lagu, belajar menghapal wajah ayah dan ibu, belajar merangkak berdiri dan berjalan maju, belajar memanggil nama ayah dan ibu, belajar lari dari tidak tahu. Aku seharusnya tahu itu. Seharusnya aku paham betul masalah itu. Tapi siapa sangka, ternyata aku sama bodohnya dengan keledai dungu.

Kamu pasti bangga. Aku yakin betul kamu pasti bangga. Membodohi aku sampai titik seperti ini. Membutakan aku dari taring di senyummu yang manis sekali. Menulikan aku dari olokan di setiap tawamu yang menyeringai. Kamu bahkan dengan lihai menutup busukmu dengan wangi mawar bertangkai tangkai. Kamu pasti bangga.

Tapi yang salah memang aku. Aku harusnya tahu bahwa ular itu beracun, bahwa serigala tidak hanya mengaum. Bodohnya aku berpikir bahwa mungkin saja ular bisa mencinta dengan hati, bahwa serigala tak mungkin menerkamku hingga mati. Tapi nyatanya memang aku bodoh. Nyatanya memang aku keliru. Nyatanya memang aku sekarat dibuatmu.

Tapi disamping itu semua, aku benar benar berterimakasih. Aku jadi harus berhati hati. Aku jadi tak mudah mempercayai. Kamu benar, aku terlalu lugu. Terlalu diterkam cerita novel yang sendu. Kamu benar, itu semua tahik. Aku harusnya belajar dari realita walaupun pahit. Padahal aku sendiri yang bilang harus berhati hati pada anjing dibelakang sayap malaikat. Tapi malah aku sendiri yang diterkamnya hingga sekarat. Ini lucu, tapi aku berjanji padamu, aku tak ingin lagi jadi pura pura lugu.

:)

5 Agustus 2014

Kamu Maunya Apa?

Melirik
Kamu terusik
Melihat
Kamu menjarak
Berbisik
Aku dibilang berisik
Bicara
Kamu menulikan telinga
Mencuri dengar
Aku dibilang kurang ajar
Mendengar
Aku ditampar

Membuta
Kamu menghadang di depan mata
Membisu
Kamu mengajak bercanda lucu
Menuli
Kamu minta didengar dari hati

Kamu maunya apa?

:)

Nana

"Aku mau ganti nama" kataku siang itu. Aku mau ganti nama jadi Nana. Aku tidak membenci namaku, hanya saja aku pernah mendengar dia memanggil Nana, dan itu terdengar sangat syahdu. Aku mau ganti nama jadi Nana.
"Ganti nama?" tanyamu sambil mengerutkan kening.
"Iya, aku mau ganti nama. Aku mau dipanggil Nana" jawabku penuh harap.
"Kenapa Nana? Kenapa harus diganti? Aku suka namamu"
"Aku mendengar dia memanggil Nana, dia meneriaki Nana, dan suaranya sangat halus dan merdu ketika dia memanggil Nana. Walaupun dia berteriak memanggil Nana, suaranya tetap lembut. Aku mau punya nama Nana" kataku. Aku benar benar iri dengan Nana. Namanya indah didengar di telinga ketika disebut dia. Aku juga mau dipanggil dia Nana dengan nada selembut dan sehalus juga sesyahdu itu.
"Apa kamu tidak mendengar ketika aku memanggil namamu, meneriaki namamu dengan sehalus dan semerdu yang aku bisa. Aku bisa dengan sangat khusyuk menyebut namamu berulang kali. Kamu tidak perlu ganti nama menjadi Nana, karena sekalipun kamu sudah dipanggil Nana, kamu bukan Nana. Aku suka namamu, jangan ganti nama. Aku janji akan tambah berusaha memanggil namamu dengan halus dan lembut juga syahdu seperti dia." jelasmu dengan yakin. Mendengarnya, aku sampai berkaca kaca. Aku jadi enggan ganti nama menjadi Nana. Rasa rasanya memang namaku terdengar sangat pas bila diucap kamu. Iya kamu benar, sekalipun aku dipanggil Nana, aku bukan Nana. Dia tak mungkin memanggilku semerdu dan sehalus dia memanggil Nana. Iya aku dengar, sangat sangat sadar ketika kamu memanggil namaku dengan lembut. Jantungku akan semakin berdebar ketika kamu mengucap namaku.
"Kenapa diam?" tanyamu.
"Aku bingung mau berkata apa."
"Kenapa?"
"Karena kamu selalu punya cara membuatku berbunga bunga. Karena kamu selalu membuatku bahagia. Karena ternyata kamu benar, bahwa namaku memang terasa sangat syahdu jika kamu yang menyebutnya."  ungkapku sambil tersenyum padamu. Kali ini aku yakin, aku tidak mau ganti nama jadi Nana.
"Jadi masih mau ganti nama?"
"Tidak. Aku mau kamu terus berusaha memanggil namaku dengan lembut" kataku dengan yakin. Lalu kita tertawa bersama sama. Mentertawai kebodohanku. Tapi aku tak peduli. Silahkan saja tertawa atas kebodohanku, asal dekapanmu semakin erat dan pelukmu semakin  hangat. Seperti sekarang.

:)

2 Agustus 2014

Karena Kamu

"Jangan kemana-mana." katamu waktu itu. Aku menurut, sebab aku juga tidak tahu hendak kemana. Jalan ini terlalu banyak cabang, sedang jika tidak bersama kamu, aku tidak merasa aman. Ini sudah malam. Dingin dan senyap semakin membuat udara mencekam. Kamu sudah pergi lama, dan aku juga sudah menunggu terlalu lama. Dalam diam aku berdoa agar kamu cepat datang. Kamu tahu aku cengeng, kamu hapal betul itu. Aku mudah menangis, gampang ketakutan, sering dilanda kepanikan, juga banyak lagi yang sering membuat kamu kerepotan. Tapi kamu juga hapal benar apa yang dapat membuatku merasa aman, yang membuatku merasa tak sendirian. Cepatlah datang! Atau aku akan marah benar!

Hampir tengah malam, aku menunggu kamu di bawah tiang lampu jalanan. Sebenarnya apa yang sedang kamu lakukan? Kemana kamu mencari jalan? Kembali saja kemari, lalu pulang bersamaku dengan aman.
"Aku tidak mau"
"Tidak mau apa?"
"Pulang sebagai pecundang"
"Tapi kamu bukan pecundang"
"Aku tidak yakin"
"Kenapa?"
"Hanya belum yakin"
Sekelebat ingatan menghantuiku. Apakah kamu sedang memastikan bahwa kamu bukan pecundang? Percakapan waktu itu, apakah kamu sedang mencari kepastian? Aku tidak peduli jika kamu pecundang. Kamu pecundang, dan aku pecundang yang tanpa perlawanan menyerahkan hatiku pada pecundang. Dari jauh aku melihat sosok. Berjalan terseok seperti kesakitan. Kamu kenapa?
"Kamu kenapa?" tanyaku penuh kekhawatiran. Tapi kamu malah tertawa terbahak bahak seperti kesetanan.
"Syukurlah" katamu
"Syukurlah apa?"
"Syukurlah kamu masih di sini"
"Kamu bilang jangan kemana-mana kan"
"Iya." katamu sambil lagi lagi tersenyum. Indah. Senyum kamu adalah yang paling indah. Tapi aku lebih suka senyum kamu yang sekarang. Lebih bebas, lebih lega, juga lebih membuatku bahagia. Jika sudah begini, sambil terseok sekalipun tapi kalau bersamamu, jalan pulang lebih menyenangkan.

"Apa akan selamanya?" lagi kamu membuka pembicaraan. Aku menatapmu bingung. Selamanya atas apa? Aku pikir aku sudah menjanjikan kamu selamanya atas semua.
"Menungguku. Apa akan selamanya kamu Menungguku?" tanyamu sambil menyelami bola mataku. Jantungku berdegub, kencang sampai-sampai aku takut jika kamu dengar.
"Jika kamu meminta aku untuk menunggumu selamanya, aku akan menunggumu selamanya" jawabku sembari tersenyum. Aku tahu selamanya itu lama yang sangat lama. Tapi aku yakin, kamu adalah orang yang tepat untuk aku tunggu selamanya, karena kamu....
"Dan aku tidak akan pernah membuatmu menunggu selamanya" balasmu sembari mengeratkan gandengan. Aku tersenyum. Begitu juga kamu. Dalam diam kita berjalan pulang. Dengan gandengan yang menghangat dan malam yang mengikat.

Karena kamu tidak akan pernah membuatku menunggu selamanya.

:)

Saat Itu

Aku melihatmu menguap
Lagi dan lagi sebelum habis ceritaku
Ada kantuk di kantung matamu
Juga raut lelah di wajahmu
Saat itu aku paham
Kamu mulai bosan

Lagi aku menyaksikan kamu diam
Berulang kali sampai lelah aku meminta jawaban
Kamu membisu pilu
Ada gemeretak pada rahangmu
Saat itu aku sadar
Kamu mulai enggan bersabar

Lagi aku melihatmu dari belakang
Melangkah cepat di depan
Mulai sering meninggalkan aku di belakang
Saat itu aku tahu
Kamu mulai enggan bersamaku

Aku mulai menangkap ragu ragu di matamu
Ada yang redup di sinar matamu
Juga lirikan ketakutan
Takut jika aku kesakitan
Saat itu aku mengerti
Kamu ingin segera pergi

:)

Meski

Malam tetap sunyi
Mencekam dengan pasti
Angin tetap dingin
Menyayat ari di balik satin
Hadirmu tetap aku rindu
Meski dijerat sembilu
Pelukmu masih aku nanti
Meski jiwa hampir mati

:)

1 Agustus 2014

Pembicaraan Singkat

"Ri, lu kayaknya udah lama ya ga nulis?"
"Nulis kok masih"
"Kok gue ga tau ya"
Karena memang kamu tidak akan pernah tahu.

"Ri, mana coba liat kalo masih nulis"
"Ga ada"
"Gimana sih, katanya masih nulis, mana?"
Padahal sudah aku tulis jelas di raut wajahku.

"Udah ga ada yang bikin galau yaa, makanya jarang nulis"
"Hmm :)"
"Sini deh gue bikin galau kalo gitu =))"
Jelas jelas tiap hari kamu buat aku risau.

"Ri, bikinin puisi dong"
"Tentang?"
"Tentang gue hehehe"
Padahal hampir semua puisiku tentang kamu.

"Gue kangen deh sama tulisan lu"
"Kenapa?"
"Suka aja, suka ga nyangka juga itu lu yang bikin"
Aku juga tidak pernah menyangka karena kamu aku bisa menulis seperti itu.

"Kadang waktu gue baca, gue sering ngebayangin lu"
"Ngebayangin apa?"
"Ngebayangin lu diapain sampe sesakit itu"
Kenapa tidak kamu tanyakan sendiri pada dirimu, apa yang telah kamu lakukan hingga aku seremuk ini.

"Kalo nulis lagi kasih tau gue ya ri"
"Kenapa?"
"Gue kangen tulisan lu"
Semoga kamu tidak kangen menyakitiku.

"Nanti kalo lu nulis lagi, dan itu tentang gue. Gue kasih hadiah"
"Apa?"
"Lu maunya apa?"
Sampai sekarang pun aku hanya mau kamu.
:)

31 Juli 2014

Aku Percaya

Aku percaya, ada beberapa orang yang dipertemukan tidak untuk dipisahkan kecuali dengan kematian. Seperti kakek nenekku mungkin.
Aku juga percaya, ada beberapa orang yang bersatu dengan doa yang tanpa sengaja terucap. Seperti ayah ibuku misal. Dan semoga, mereka juga dipertemukan tidak untuk dipisahkan kecuali kematian.
Tapi aku juga percaya, ada beberapa orang yang dipertemukan memang untuk dipisahkan. Mungkin agar belajar. Belajar melepaskan, belajar mengikhlaskan, juga belajar sakit dan kesepian.
Tapi aku juga percaya, ada beberapa orang yang dipisahkan agar tidak saling menemukan. Agar berjaga-jaga mungkin. Berjaga-jaga bila ditinggalkan, berjaga-jaga bila nantinya sakit dan kesepian.
Diatas semua itu, aku percaya bahwa dipertemukan denganmu adalah tepat yang aku minta minta. Aku selalu berdoa, bahwa pertemuan kita adalah pertemuan yang tidak untuk dipisahkan kecuali dengan kematian.
Karena segala sesuatu tentang kamu adalah cantik yang mempesona. Aku tahu kamu laki-laki, tapi laki-laki juga memiliki kecantikan, kamu misalnya. Aku bisa saja berhari hari tanpa bosan memandangi kamu dengan khusyuk. Karena segala sesuatu tentang kamu selalu tepat pada diriku. Tapi dari segala sesuatu tentang kamu itu, aku adalah pengagum kedua bola matamu. Aku bisa tiap waktu jatuh hati lagi dan lagi tiap aku menyelami mereka. Di bola matamu, aku bisa menemukan padang rumput yang hijau, bisa menemukan debur ombak pada pantai, juga bisa menemukan lautan yang damai. Di bola matamu, aku bisa merasakan gerimis yang manis, bisa mencium bau tanah yang basah, bisa merasakan angin yang meniup, juga hati yang mulai menguncup. Dengan bola matamu, aku bisa jatuh cinta berkali-kali tanpa takut sakit hati.
Tapi, pembual seperti aku, kamu mana bisa percaya. Sekalipun kamu percaya, kamu mana mau mengerti. Sekalipun mau mengerti, kamu mana bersedia menemani. Sekalipun bersedia menemani, kamu mana sanggup sampai mati. Sekalipun kamu sanggup sampai mati, aku mana mungkin mempercayai.
Tapi aku percaya dan semoga memang iya bahwa kita dipertemukan tidak untuk dipisahkan kecuali dengan kematian. Bahwa memang pertemuan aku dengan kamu adalah tepat yang mengikat dan diam-diam saling menjerat.

:)

29 Juli 2014

Hendaknya

Hendaknya memang aku diam saja.
Sebab bertindak malah makin terasa sayatannya.
Hendaknya memang aku membisu saja.
Sebab mengeluarkan suara malah makin terasa tamparannya.
Hendaknya memang aku menulikan telinga.
Sebab mendengar kabar saja malah makin terasa nyeri di dada.
Hendaknya memang aku membutakan mata saja.
Sebab melihat sedikit malah makin terasa perihnya.
Hendaknya memang aku kebalkaan semua peka.
Sebab peka barang sebentar saja malah makin terasa hancur dunia.

28 Juli 2014

Jangan Khawatir

Jangan khawatir! Selama kamu baik baik saja, aku akan baik baik saja. Catatlah kata kataku. Supaya kamu tidak perlu repot repot merasa bersalah karena pernah menyakitiku. Memang sakit, tapi kupikir lambat laun aku mulai candu atas sakit itu. Jadi selama kamu baik baik saja, tak perlu merasa bersalah. Karena aku selalu baik baik saja.

Jangan khawatir! Selama kamu tidak baik baik saja, percayalah aku akan baik baik saja. Catatlah kata kataku. Supaya kamu tidak perlu susah payah berusaha untuk baik baik saja agar aku baik baik saja. Karena sekalipun kamu terluka atau remuk lebam hatinya, aku akan baik baik saja. Jadi selama kamu tidak baik baik saja, tak perlu susah payah berusaha baik baik saja agar aku baik baik saja. Karena aku memang selalu baik baik saja.

Mungkin

Mungkin aku terlalu sering membuatmu bahagia, hingga kau lupa untuk membahagiakanku
Mungkin aku terlalu sering membuatmu tertawa, hingga kau lupa aku butuh leluconmu
Mungkin aku terlalu sering membuatmu kecewa, hingga kau lupa apa saja usaha yang aku punya
Mungkin aku terlalu memberikan kamu cinta, hingga kamu lupa aku juga butuh cinta
Mungkin aku memang keterlaluan hingga membuat aku terlupakan

Aku Menemukan Namamu

Aku melihat namamu pada kanvasnya.
Aku benar benar melihat namamu.
Tertulis jelas juga terpahat jelas di hatinya.
Aku juga menemukan namamu di binar matanya.
Terangkai indah pada cermerlang matanya.
Aku juga menangkap namamu pada sela tawanya.
Mengalir renyah dari mulutnya.
Diam diam aku juga temukan namamu di doanya.
Terucap lembut nan lirih pada tiap pintanya.
Aku menemukan namamu pada setiap dia.
Juga menemukan namamulah yang cubit hati saya hingga mati rasa.

20 Juli 2014

Aku mau mengadu

Aku benar benar sedang berpikir tentang apa yang aku inginkan. Luka mana yang lebih dulu harus aku sembuhkan. Airmata apa yang sedang aku kumpulkan. Risau apa yang sedang aku tenangkan. Tapi hingga kepalaku terlalu nyeri, sampai hatiku teramat perih, masih saja aku tak menemukan jawaban.

Maaf aku bodoh. Dan iya, aku memang bodoh. Bodohnya aku berpikir bahwa aku akan selalu baik baik saja ketika baik baik saja itu tidak akan pernah ada.
Sekarang ini aku benar benar berpikir. Kepada siapa aku harus mengadu. Senja telah redup jadi malam. Langit sudah bersih dari awan. Malam terlalu kelam untuk berbintang. Punduk telah menyekap bulan. Angin meniup terlalu pelan. Ombak sudah menelan karang. Lalu, pada siapa aku harus mengadu?

Aku sedang tidak baik baik saja. Tapi kamu tidak akan tahu kalau aku tidak baik baik saja. Biar aku beritahu, aku sedang hancur berkeping keping. Bukan hanya berkeping keping, hancurku jadi debu, kamu tidak akan pernah bisa menyatukannya lagi. Aku sedang sakit teramat sakit. Bukan sakit biasa, diamku saja tak bisa mengurangi perihnya.

Aku tidak tahu harus bagaimana. Diam aku tambah kesakitan. Berteriak aku kesetanan. Terlelap mataku tak mau memejam. Jika sudah begini, kepada siapa aku harus mengadu? Aku benar benar mau mengadu.

18 Juli 2014

Surat Cinta Untuk Gadis Gadis yang Lembut Hatinya

Dear gadis gadis yang lembut hatinya ;)
Apa kabar? Semoga kalian baik baik saja, seperti semoga doaku untuk kalian bisa menjaga kalian dari luka.
Kabarku? Aku sedang berusaha menjadi baik baik saja juga ;)

Untuk gadis gadis yang baik hatinya ;)
Ini surat cintaku yang pertama yang aku buat untuk sesama. Aku seperti sejenis wanita menyimpang yang aneh. Tapi toh biarlah, aku memang benar benar mencintai kalian. Rasa rasanya cinta untuk kalian saja tak cukup untuk semua tawa juga duka yang terusap berkat kalian. Aku selalu bersyukur pada Tuhan, karena diam diam menitipkan malaikat tanpa sayap seperti kalian. Karena mengenal kalian aku seperti menemukan belahan yang aku cari cari. Seperti menemukan puing puing hati. Seperti menemukan tempat untuk berbagi. Seperti menemukan tenang dalam diam diri.

Aku sedang ingin membuat surat cinta. Aku tahu aku payah. Tapi apalah daya, aku cinta kalian, aku selalu punya bukti kalau aku mencintai kalian. Tapi aku tak pernah punya kata, hingga kesempatan ini.
Jangan muntah yaa ;) tapi aku benar benar mencintai kalian sampai tidak tahu bagaimana caranya berhenti. Aku perayu ulung kan? Aku harap ada bunga bunga bermekaran di hati kalian setelah membaca suratku.
Tapi lebih dari cintaku itu, aku ingin berterimakasih dengan sangat pada kalian. Tentang kalian yang dengan sabar membasuh lukaku, juga mengobatinya hingga tidak terasa sakitnya. Tentang kalian yang dengan cuma cuma berbagi tawa hingga aku lupa sedih yang kubawa bawa. Aku berterimakasih dengan sangat!

Apakah ini bisa disebut surat cinta? Apakah sudah ada bunga bunga yang bermekaran di hati kalian? Apakah aku cukup romantis dan manis? Aku harap aku cukup untuk mengurangi sedikit beban kalian. Tapi yang perlu kalian tahu, aku cinta kalian tanpa nafsu ingin memiliki! Pokoknya, aku cinta kalian dan semoga ada bahagia yang selalu menyertai kalian ;)

Tertanda, gadis yang kretek kretek hatinya
Teruntuk, gadis gadis yang lembut hatinya ;)

Surat Cinta Untuk Pria Pria yang Baik Hatinya

Dear kalian pria pria yang baik hatinya ;)
Apa kabar? Semoga kalian baik baik saja, sebab aku tak pernah luput menitipkan nama kalian pada setiap doa yang aku ucap.
Kabarku? Buruk. Sebab rindu telah mengikis sedikit demi sedikit hatiku yang telah menjadi puing puing.

Untuk pria pria yang baik hatinya ;)
Ini surat cinta yang bukan yang pertama tapi yang pertama yang aku terbangkan pada kalian. Belakangan ini aku sedang senang berusaha menyenangkan orang orang. Tapi, apakah surat cintaku dapat menyenangkan kalian? Aku harap beberapa tawa yang dapat kulukis di wajah kalian, setimpal dengan apa yang selama ini kalian hadiahkan.
Mengenal kalian, aku seperti menemukan sayap untuk terbang. Seperti menemukan rumah untuk pulang dengan aman. Seperti menemukan seseuatu yang tak pernah hilang.

Aku sedang ingin menulis surat cinta. Tapi aku payah dalam hal itu. Rangkain cinta seperti di surat surat cinta itu apa masih perlu? Sedang kalian sudah mengerti betul seberapa besar cintaku.
Aku terlalu banyak merayu ya? Tapi pujangga memang begitu sepertinya. Ah iya! Memangnya aku pujangga? Akukan hanya kebetulan pemuja hati kalian yang baik hatinya. Kebetulan juga, aku pemuja senyum kalian yang semoga akan selalu ada. Kebetulan juga, aku pemuja tawa kalian yang renyah di telinga. Tunggu dulu! Sepertinya semua yang ada pada kalian, akulah pengagum setia mereka.
Aku juga pengagum risau kalian, juga pengagum sedih kalian. Sebab mereka seperti penyadar, bahwa aku harus tambah banyak banyak meminta pada Tuhan agar ringan beban kalian.

Apakah suratku cukup romantis? Apakah suratku cukup manis? Sebab aku kurang ahli dalam hal manis. Aku lebih suka mengecap pahit banyak banyak daripada menjilat manis walau hanya sekelebat.

Kepada pria pria yang baik hatinya, ini aku persembahkan surat cinta kepada kalian yang mungkin tak ada harganya. Semoga saja, membacanya, akan ada sepercik bahagia yang tercipta.

Tertanda, gadis yang kretek kretek hatinya
Teruntuk, pria pria yang baik hatinya ;)

10 Juli 2014

Biarlah Aku Belajar Pelan-Pelan

Tolong tanggung-tanggung menyakitiku
Sebab aku tak bisa menahan air mata
Sebab aku tak pintar sembuhkan luka
Sebab aku tak pandai menutup duka

Tolong pelan-pelan mendahuluiku
Sebab aku masih berusaha menjajarkan diri bersamamu
Sebab aku tak biasa bila tidak digandeng kamu
Sebab aku buta arah jika tanpa kamu

Tolong ragu-ragu meninggalkanku
Sebab aku takut bila tidak ada kamu
Sebab aku goyah bila tidak berpegang padamu
Sebab aku lemah bila tanpa kuat darimu

Tolong tanggung-tanggung menyakitiku, juga pelan-pelan mendahuluiku, dan ragu-ragu meninggalkanku
Sebab apalah aku bila tanpa kamu
Dimanalah aku jika tidak dijaga kamu
Siapalah aku bila tidak dikuatkan kamu

Biarlah aku belajar dulu
Melepasmu sekejap demi sekejap
Disakitimu sedikit demi sedikit
Ditinggalkanmu selangkah demi selangkah
Biarlah aku belajar pelan-pelan hidup tanpa sayang yang dari kamu.

9 Juli 2014

Kepada Kamu

Adakah bintang tadi malam?
Sebab kulihat lagit terlalu hitam
Adakah bulan bersinar?
Sebab semalam terasa kelam
Adakah kamu di ranjang?
Sebab aku rasa dingin menerjang kencang

Kepada kamu yang ingin selalu ada
Kepada kamu yang berjanji menemani
Mana peluk yang kamu banggakan?
Mana senyum yang kamu pamerkan?
Mana pundak yang kamu sodorkan?
Dan mana hangat yang kamu janjikan?

Kepada kamu yang diam-diam menyusup pergi
Kepada kamu yang menutup pintu tak kembali
Kepada kamu yang itu
Semoga doaku yang selalu mengikutimu itu, akan tetap menjagamu
Semoga bingkisan senyum yang kutitip di ingatanmu, akan meniup lelahmu
Dan semoga semua kenangan yang aku pahat di hatimu itu, membawamu pada jalan pulang.

pick: yayackfaqih

8 Juli 2014

Harapan

Ada yang bertanya padaku, "Apa yang kamu harapkan dari sesuatu yang tidak bisa diharapkan?"

Aku mengharapkan harapan. Aku mengharapkan harapan dari sesuatu yang tidak bisa diharapkan. Sekalipun sesuatu itu tidak bisa diharapkan, aku berdoa agar sesuatu itu dapat membuatku berharap.

Aku mengharapkan harapan dari sesuatu itu, seperti aku mengaharapkan manfaat dari sesuatu yang tidak bermanfaat. Karena aku percaya, Tuhan tidak mungkin menciptakan sesuatu yang sia sia. Mungkin sesuatu itu tidak bermanfaat, tapi mungkin sesuatu itu bisa diharapkan. Mungkin sesuatu itu tidak bisa diharapkan, tapi mungkin sesuatu itu dapat dimanfaatkan.

Seseorang bertanya padaku lagi, "Kenapa kamu masih saja mengharapkan seseorang yang tidak mengharapkanmu?"

Jawabannya sama. Aku masih saja mengharapkan dia karena mungkin saja suatu saat aku bisa dia harapkan. Atau mungkin saja suatu saat aku bisa bermanfaat. Karena garis besarnya, Aku tidak mengharapkan dia. Tapi aku berharap aku bisa bermanfaat untuk dia, juga harapannya. Dan aku berharap dia juga mengharapkanku. Sesederhana itu.

Pic:cyberco